Nampaknya perhelatan Pilpres Amerika tahun ini bakal seru dan jadi catatan sejarah yang berbeda. Joe Biden menjadi presiden Amerika Serikat, sementara Donald Trump bakal merusak sejarah dan tradisi di Amerika Serikat.
Jika pemilu diibaratkan sebagai perang antar tentara yang berlawanan, maka pidato konsesi atau penyerahan kekuasaan adalah penjanjian damai. Inilah yang akan menjadi catatan sejarah berbeda, bisa jadi Trump tidak mau begitu saja menyerahkan kekuasaan.
Dilansir USA Today, saat ini Presiden Donald masih berjuang dan belum ada tanda-tanda meninggalkan medan perang meski suara elektoralnya tertinggal jauh dari Biden.
Pada Kamis (5/11/2020), penantang Presiden Trump dari Demokrat, Joe Biden memiliki perolehan suara elektoral mendekati batas untuk menang, yakni 270 suara.
Trump dikenal suka tidak mengakui kesahalan atau kegagalan. Dia rentan memicu perpecahan daripada memperbaiki keadaan, seperti yang ia tuliskan di Twitter dalam beberapa hari terakhir ini.
Saat Biden selangkah lagi menuju kemenangan, Trump mengeluarkan klaim tentang kecurangan pemilu dan menuduh Demokrat mencoba mencuri pemilu, tanpa adanya bukti.
Beberapa pihak percaya Trump akan membuat pidato konsesi, jika hanya untuk mempertahankan posisi politiknya sendiri.
Sejatinya Trump bukanlah kandidat presiden pertama yang mempertanyakan hasil pemilu, kata penulis “Almost President: The Men Who Lost the Race but Changed the Nation”, Scott Farris.
“Richard Nixon, misalnya, yakin dia telah ditipu pada tahun 1960 melawan John Kennedy karena kejahatan di Texas dan Illinois,” kata Farris.
“Tapi dia menyadari bahwa jika dia tidak tampil sebagai pecundang yang baik, masa depannya dalam politik mungkin sudah berakhir.”
Menurut Farris, Trump akan sampai pada kesimpulan serupa. Mungkin nanti Trump akan menyadari sikapnya saat ini akan berdampak buruk pada anak-anaknya yang tampaknya memiliki ambisi politik sendiri.
“Saat dia melihat ke depan, saya pikir akan datang kepadanya bahwa ‘Saya perlu mengatakan sesuatu dan menjadikannya olahraga sportif soal ini’,” kata Farris.
Namun jika Trump menolak untuk menyampaikan pidato konsesi atau menolak mengucapan selamat kepada Biden, itu akan merusak 124 tahun sejarah Amerika.
Para ahli mengatakan, hal itu juga akan merusak hasil pemilu dan memperburuk ketegangan politik negara. Dimana kondisi ketegangan di AS sudah terjadi sejak kampanye dan penghitungan suara yang diperpanjang dan diperebutkan.
“Ini akan sangat berbahaya,” kata William Howell, ketua departemen ilmu politik di Universitas Chicago.
“Pidato konsesi adalah semacam penegasan tentang legitimasi pemilu,” katanya.
Sejak 1896, setiap calon presiden yang kalah pemilu menyampaikan pidato konsesi. Pidato ini disampaikan baik melalui telegram kepada pemenang atau melalui pidato yang disiarkan melalui televisi secara nasional.
Dalam pidato konsesi tersebut, beberapa kandidat murah hati, tapi beberapa lainnya tidak begitu.
“Beberapa (diantaranya) marah,” kata Farris, menyebutkan pidato konsesi 1964 Barry Goldwater untuk Lyndon Johnson dan pidato konsesi 1972 George McGovern untuk Richard Nixon. Farris mengatakan kedua kandidat ini memang memiliki masalah pribadi dengan orang-orang yang mengalahkan mereka.
Salah satu diantara pidato konsesi yang paling berkesan adalah pidato konsesi Senator John McCain kepada Barack Obama pada 2008.
“Rakyat Amerika telah berbicara, dan mereka telah berbicara dengan jelas. Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat kehormatan untuk menelepon Senator Barack Obama,” McCain memulai pidatonya.
Orang-orang menyela pidatonya dengan seruan, tetapi McCain mengangkat tangan untuk menenangkan mereka.
“Please,” kata McCain dan dia mengatakan bahwa dia akan memberi selamat kepada Obama karena terpilih menjadi Presiden AS berikutnya. McCain mencatat bahwa Obama merupakan presiden kulit hitam pertama di Amerika Serikat.
Adapun presiden petahana terakhir yang kalah dalam pemilihan ulang untuk periode kedua adalah George HW Bush. Seperti yang lainnya, dia mendesak orang Amerika agar merelakan pemilihan dan bersatu di belakang lawannya, Bill Clinton dalam pidato konsesi.
Kemudian dalam pidato konsesinya tahun 2016, Hillary Clinton berbicara tentang betapa menyakitkan kekalahan pemilu. Tapi dia juga mendesak para pendukungnya untuk memberi Trump kesempatan.
“Donald Trump akan menjadi presiden kami. Kami berhutang budi padanya dan kesempatan untuk memimpin,” kata Hillary kala itu.
“Demokrasi konstitusional kami mengabadikan transfer kekuasaan secara damai dan kami tidak hanya menghormatinya, kami menghargainya,” tambahnya.
Menanggapi laporan bahwa Trump tidak akan menyerah, Andrew Bates, juru bicara kampanye Biden mengatakan: “Rakyat Amerika akan memutuskan pemilihan ini. Dan pemerintah Amerika Serikat sangat mampu mengawal penyusup keluar dari Gedung Putih.”
Howell mengatakan tidak ingin berspekulasi tentang apakah Trump pada akan memberikan pidato konsesi.
Sebaliknya Farris mengatakan, Amerika akan menerima pukulan keras jika Trump menolak mengakui kekalahan secara terbuka.
“Amerika tidak suka pecundang,” kata Farris.
Tetapi pidato konsesi mungkin menarik naluri transaksional Trump, karena itu bisa memberinya hal baik lain.
“Saya kira ini akan menjadi salah satu pidato konsesi yang kurang ramah yang pernah kami dengar,” kata Farris. (IS/tribun)
Dibaca 192 x
Komentar post